Mind

Bleeding and Thrombosis, How Do You Deal with the Dilemma?

Deliberation, Decision, Action.

Perempuan, 41 tahun, penjual arang, dengan stroke infark emboli dan anemia gravis et causa perdarahan kronis et causa ca cervix dan gastritis erosive.

Dilema pertama mencuat seputar pemberian aspirin sebagai prevensi serangan stroke selanjutnya versus asam traneksamat untuk menghentikan bleeding aktifnya. Dua pilihan dengan efek yang bertolak belakang. Mana yang kita pilih?

Lalu, pada pasien dengan hemiplegi, imobilitas, dan trombositosis (reaktif), sebenarnya komplikasi yang mungkin terjadi bisa diprediksi. Bagaimanapun kita mengantisipasi, tapi tak terelakkan juga situasi penuh dilemma selanjutnya pada penderita yang sama… Deep Venous Thrombosis! >.<’

Jadi, dalam saat yang bersamaan, kita harus menghentikan perdarahan, tapi juga dituntut untuk melisiskan bekuan yang menyumbat pembuluh darah. Antifibrinolitik versus antikoagulan. Pilih blood lossdan bleeding, atau nekrosis ekstremitas inferior yang bisa berujung pada amputasi? Bleeding dan thrombosis, mana yang harus kita atasi lebih dulu?

***

Atas pertimbangan apa kita bertindak?

Apa yang ada di benak para dokter hebat itu ketika membuat clinical judgement dan keputusan tentang apa yang terbaik untuk pasien? Seni membuat judgement dan decision ini sepertinya tidak banyak diajarkan di bangku kuliah maupun textbook kedokteran. Saya hanya tahu bahwa salah satu prinsip dunia medis adalah “first, do no harm!”  Tetapi situasi kita ini seringkali tidak ideal dan “abu-abu”, akan ada banyak problem  yang mengharuskan kita memilih diantara opsi yang masing-masing membawa konsekuensi. Bertindak —maupun tidak bertindak– ada risikonya!

***

Jadi ingat fiqh muwazanat dan aulawiyat dari Dr Qardhawi yang saya pelajari pas jaman kuliah dulu, sepertinya applicable di dunia medis^^:

Pertama, pertimbangan untuk memilih antara berbagai kemaslahatan

  1. Mendahulukan kepentingan yang sudah pasti atas kepentingan yang baru diduga adanya, atau baru diragukan.
  2. Mendahulukan kepentingan yang besar atas kepentingan yang kecil.
  3. Mendahulukan kepentingan jama’ah atas kepentingan pribadi.
  4. Mendahulukan kepentingan yang banyak atas kepentingan yang sedikit.
  5. Mendahulukan kepentingan yang berkesinambungan atas kepentingan sementara dan insidental.
  6. Mendahulukan kepentingan inti dan fundamental atas kepentingan yang bersifat formalitas dan tidak penting.
  7. Mendahulukan kepentingan masa depan yang kuat atas kepentingan kekinian yang lemah.

Kedua, pertimbangan untuk memilih antara berbagai kemudharatan

  1. Tidak ada bahaya dan tidak boleh membahayakan.
  2. Suatu bahaya sedapat mungkin harus disingkirkan.
  3. Suatu bahaya tidak boleh disingkirkan dengan bahaya yang sepadan atau lebih besar.
  4. Memilih bahaya atau keburukan yang lebih ringan dibandingkan bahaya atau keburukan lainnya.
  5. Memilih menanggung bahaya yang lebih rendah untuk menolak bahaya yang lebih tinggi.
  6. Memilih menanggung bahaya yang khusus untuk menolak bahaya yang lebih luas dan umum.

Ketiga, pertimbangan untuk memilih antara kemaslahatan dan kemudharatan apabila keduanya bertemu

  1. Menolak kerusakan didahulukan atas mengambil kemanfaatan.
  2. Kerusakan kecil ditolerir untuk memperoleh kemaslahatan yang lebih besar.
  3. Kerusakan yang bersifat sementara ditolerir untuk kemaslahatan yang berkesinambungan.
  4. Kemaslahatan yang sudah pasti tidak boleh ditinggalkan karena adanya kerusakan yang baru diduga adanya.

Bagaimana mengetahui kemaslahatan dan kemudharatan?

Dr. Yusuf Qardhawi menjelaskan, “Kebaikan dan kerusakan di dunia serta di akhirat hanya dapat diketahui melalui syariat agama. Jika ada hal-hal yang belum diketahui, maka harus dicari dari dalil-dalil agama, yaitu Al Qur’an, As Sunnah, Ijma’, Qiyas yang benar dengan cara pengambilan dalil yang shahih”.
Masih menurut Dr. Qardhawi, “Sedangkan kemaslahatan dunia dan hal-hal yang berkaitan dengannya dapat diketahui dengan kepentingan, pengalaman, kebiasaan, dan dugaan yang benar. Jika ada sesuatu yang masih belum diketahui maka harus dicari argumennya”.

***

Dalam praktik medis, ada yang disebut Evidence-Based Medicine, tools dalam menentukan “maslahat” dan “mudharat” dalam dunia kesehatan. ‘Kemaslahatan’ itu ibarat ‘intervensi’ medis atau ‘faktor’ yang punya beneficial effect, sedangkan ‘kemudharatan’ itu ‘intervensi’ atau ‘faktor’ yang harmfull berdasarkan bukti ilmiah.^^

Tapi saya membaca suatu statement menarik dalam Caplan’s Stroke 4th ed, tentang limitasi randomized trial:

Conducting trials is different from caring for sick patients. In trials, the same treatments are given to all eligible patients depending only on randomization. Departure from the specified treatment makes the results difficult to interpret. In the clinic, doctors treat individual patients. George Thibault said it well:

“We then need to decide which approach in our large therapeutic armamentarium will be most appropriate in a particular patient, with a particular stage of disease and particular coexisting conditions, and at a particular age. Even when randomized clinical trials have been performed (which is true for only a small number of clinical problems), they will often not answer this question specifically for the patient sitting in front of us in the office or lying in the hospital bed.”

Makin hari merasa makin sepakat dengan quote dari Thibault ini. Meski jurnal & bukti ilmiah itu banyak bertebaran, ‘ijtihad’ dalam praktik medis bener-bener dibutuhkan! Karena banyaknya ‘maslahat’ dan ‘mudharat’ dalam satu intervensi; Apalagi seorang pasien bisa memiliki beberapa problem kompleks membutuhkan berbagai intervensi.. ^^a

‎Seorang rekan PPDS Neuro, dr. Andi Prasetyawan, pernah berkomentar, “Semua pasien itu menarik!” Dan saya sangat setuju dengan pendapat ini. Kalo me-review buku list pasien kita, mungkin masih ingat satu persatu pasien yang kita rawat, mulai yang pertama sampe yang terakhir. Masing-masing punya problem klinis, psikis, sosial, dll, yang ‘spesifik’ dan berkesan.^^  Kita-kita para dokter nih belajar dari mereka semua ya.

***

Banyak banget hal menarik dari pasien ini! Mulai dari patofisiologi stroke-nya (berkorelasi-kah dengan anemia?), komplikasi dari kondisi sosial dan ekonominya, hingga perkembangan terakhir dari penyakit dan hasil terapinya.

Dalam proses konsul hingga bertindak, buat saya, ada banyak rasa ‘takut’. Rasa takut yang saya pikir bersumber dari ‘ketidaktahuan’. Tidak tahu se-akurat apa diagnosis ini, apa yang akan terjadi pada pasien dengan tindakan kita yang berisiko ini, apa yang harus dilakukan bila kondisi memburuk..

Ah ya, ketika saya jelaskan situasinya, pasien dan keluarga tampak tenang-tenang saja! Wah, wah… they have no idea bagaimana pusing cenat-cenut dan deg-degan dokternya!-.-”

***

InsyaAllah akan selalu belajar dan mengambil hikmah. Ayoo, jadi dokter yang baik! Bismillah.

***

Teman sejawat, saya akan senang sekali menerima advis dan referensi tentang “bagaimana cara menyelesaikan dilema medis” ini. BTK. ^^v

About ersifa

i love neurology, photography, architecture, chocolate, music, history, and science. i love studying Al Quran and i'm proud to be a muslim! :)

Discussion

One thought on “Bleeding and Thrombosis, How Do You Deal with the Dilemma?

  1. ayo semangat terus update blognya, juga update ilmunya.

    Posted by Intan | July 29, 2012, 4:17 am

Leave a comment